CERPEN_TEMAN
Tema
Pagi ini begitu cerah untuk mengawali hari pertamaku di
sekolah baru. Senyumku lah yang bisa kubawa untuk penyemangat menjelajahi
tempat asing itu. Kuhirup hembusan angin di setiap ayunanku, aromanya begitu
segar, mengangkat jiwaku terbang bebas menembus alam khayalku. Aku tak berharap
terlambat di hariku yang penuh sejarah ini. Sedih rasanya meninggalkan kawan
lama, tapi begitulah hidup, ada saatnya bertemu dan ada saatnya berpisah.
Disaat kita mulai mengenal apa itu kata menyayangi maka jarak dan waktulah yang
akan memisahkan kita. Ku harap di tempat itu ada tali pengikat yang akan
membasmi rasa raguku bernaung disana.
Tak kuduga secepat ini aku meninggalkan bangku SD,
seperti layaknya kehidupan biasa, perjalanan ynag lebih menantang akan segera kuhadapi.
Manusia memang tak selamanya kecil dan rapuh, ada saatnya manusia telah
mengerti dan mampu menghadapi masalah ynag datang dengan tangannya sendiri.
Saat ini masalahku adalah sekolah baru ini. Aku masuk ke ruang kelas baruku
dengan gugup, aku datang hampir terlambat tapi bangku paling depan tak
berpenghuni, jadi aku berniat mendiaminya.
“Hai aku Rara, nama kamu siapa?” suara itu
mengagetkanku yang sedari tadi melamun tak karuan, dia duduk di sampingku
dengan sendirinya tanpa aku persilahkan. “Ninda”, aku menjawabnya dengan ragu
karena aku memang tak mudah menghadapi orang asing. Dia mengawali percakapan
dan mulai bertanya-tanya seputar kehidupanku, aku senang dia menyebut dirinya
teman.
Kurasa Rara anak yang baik, aku sangat menyukai lesung
pipit yang muncil saat dia tertawa, sangat indah. Hariku cukup menyenangkan di
sekolah ini, Rara adalah satu-satunya yang membuatku bertahan. Dia selalu ada
saat aku benar-benar tidak ada daya menggunakan tanganku sendiri, senyumnyalah
yang memacuku untuk tegar dan berdiri kembali saat rasa putus asa itu
menghantuiku. Benar, dia adalah teman.
Manusia memang tak selamanya dalam posisi benar, Rara
yang aku anggap tak pernah menghianatiku ternyata di melakukannya. Aku
melihatnya membuka buku diaryku, padahal aku sudah pernah berkata jangan pernah
menyentuh benda satu itu , tapi dia benar-benar melakukanya.rasa benci itu
benar-benar tertanam sekarang, kini hariku terasa hampa,aku menjauh dari Rara
,entah kenapa alasanku membencinya benar-benar tidak masuk akal ,tapi itulah
yang terjadi padaku sekarang.
Satu minggu telah berlalu, sekarang aku tak bersama
Rara lagi, aku rindu kehangatan itu, jiwaku ini benar- benar tak ingin dia
pergi.Aku kekanak-kanakan, mungkin itu yang ada dalam benak Rara sekarang, tapi
aku benci di hanati,benih kepercayaan itu telah dihancurkanya ,berilah
kepercayaan aku lagi Rara,kumohon.
Semenjak hari itu Rara sering tidak masuk sekolah, aku
mulai bertanya-tanya tentang hal itu,apa itu karena aku? entahlah. Senyumanya
benar-benar menghantuiku, aku mulai rindu akan hariku dulu, aku dan dia.Aku
yang mrnghancurkanya, aku yang memutus kata teman itu, maaf Rara aku benar
benar tak mengerti akan sifatku ini.
Rapuh, itu kesan pertama saat aku memandang Rara. Wajahnya
putih layu seperti mayat hidup, tapi senyumnya adalah kekuatan ,aku tak pernah
melihatnya kesal padaku mengingat apa yang aku lakukan padanya.Senyumnya tak
pernah pudar dari bibir indahnya, ahh Rara, aku rindu senyummu itu.
Hari ini Rara tidak masuk lagi, aku terus memikirkanya
seharian penuh. Kali ini aku akan benar-benar kerumahnya sepulang nanti untuk
minta maaf, ya keputusanku sudah bulat. Aku berharap waktu ini tepat berlalu,
aku sudah tak tahan menyimpan perasaan bersalahku terus-menerus.
Tepat dentang 4 aku berada di depan pagar rumahnya,
tapi rumah itu kosong seperti baru ditinggalkan. Aku mencoba berkeliling alam
khayalku untuk menebak apa yang terjadi.
“Ahh aku menyerah, lebih baik aku tanya saja”, kataku
dalam hati. Kali ini badanku benar-benar lemas dan jatuh, apa yang aku dengar
barusan sungguh menggertak relungku, Rara baru saja terbang ke luar negeri
untuk mengobati penyakitnya yang parah. Apa, parah? Penyakit? Aku benar-benar
merasa terbohongi dengan senyumnya itu, kenapa dia tak pernah membahas itu
padaku, “dasar bodoh” tangisku pecah seketika di bawah pohon dekat pagar
rumahnya.
Kubuka
buku diaryku yang tak pernah kusentuh terlepas aku benci dengan Rara, sedikit
usang dan berdebu. Aku benar-benar tergetak kali ini, aku menemukan beberapa
kata asing di diaryku. Sepertinya aku ingat dan hafal dengan tulisan ini,
tangisku pecah lagi, aku benar-benar tak bisa mengendalikan diriku sekarang.
Itu tulisan Rara, aku membencinya karena dia menulis hal berharga di diaryku,
hatiku terasa tertusuk bertubi-tubi, semua ini memang sebabku, aku akan menjaga
tulisanmu itu Rara, percayalah padaku.
Menunggu,
hari-hariku kini penuh penantian tak berarti. Aku ingin melihatmu Rara, kenapa
kamu begitu jahat, bahkan kamu tidak menyampaikan apapun padaku sebelum pergi.
Terlalu banyak yang ingin aku katakan padamu, kenapa aku tidak menyisipkan kata
“maaf” saat bertemu denganmu dulu, ahh hariku benar-benar gelap kali ini.
Mungkin tulisanmu di diaryku yang selalu membekas dan sangat berarti saat ini,
“Kamu harus tersenyum Ninda, apapun yang terjadi kamu harus kuat” ahh kata itu
manis sekali, tak ada hal lain selain tangis yang aku dapat dari tulisanmu itu,
aku harap kamu kembali Rara, aku tahu kamu adalah seorang teman. Ya, teman.
Kita akan bertemu lagi nanti Rara, percayalah.
TAMAT~
By : AN Laili

Tidak ada komentar