Header Ads

“Sebagian orang memimpikan sukses. Sementara yang lainnya bangun dan kerja keras untuk sukses”

TERJEBAK OLEH SUATU KEPERCAYAAN

SURABAYA - Kepercayaan itu seperti penghapus, semakin mengecil dan mengecil setiap terjadi suatu kesalahan. Sebagai manusia kita selalu dihadapkan dengan situasi dimana kepercayaan terhadap orang lain dapat menjadi suatu keuntungan atau malah menjadi petaka. Suatu hubungan dapat terbangun dengan baik ketika keduanya saling percaya satu sama lain. Namun disisi lain suatu hubungan juga dapat hancur karena rasa saling percaya tersebut.
Shaffa (19), mahasiswi Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Keputih Sukolilo Surabaya, akhir-akhir ini mengalami suatu krisis kepercayaan. Dia merasa dirinya terlalu ‘polos’ untuk begitu mudahnya percaya dengan orang lain yang tidak dikenalnya. Siang itu, Jumat 28 Oktober 2016 sekitar pukul 11.30 Shaffa baru pulang dari rumah salah satu temannya. Dia mampir ke salah satu pasar jum’at di dekat ITS sebelum akhirnya pulang ke pondoknya di daerah Gebeng Kidul. Seusai dari pasar dan sebelum sampai ke pondoknya, di daerah Gebeng Wetan, seorang bapak-bapak berusia 40-an memanggilnya. Awalnya panggilan tersebut hanya dianggapnya angin lalu, namun pria tersebut terus memanggilnya seakan menyurunya berhenti, “mbak-mbak”, begitu katanya.

Ilustrasi kejadian

Setelah Shaffa membelokkan motornya ke suatu tikungan di Gebeng Wetan, pria tersebut tetap mengikutinya dan memintanya untuk berhenti. Akhirnya shaffa berhenti. Dengan gaya khas seseorang yang tidak tahu jalan, pria tersebut mengaku orang Gresik yang sedang kebingungan mencari jalan. Katanya ia ingin mengantar temannya yang alamatnya di sekitar PENS (salah satu politeknik di Surabaya). Dia menjelaskan tujuannya memanggil Shaffa adalah ingin mengantarkan temannya ke rumah sakit. Dalam usahanya meyakinkan ia berkata “ponsel Saya mati mbak”, tambahnya. Dia berbasa-basi bertanya apakah Shaffa membawa powerbank atau tidak. Setelah Shaffa meng’iya’kan dan hendak mengeluarkan powerbank dari tasnya, namun pria tersebut menolak. “Gak usah mbak, kelamaan” ujarnya lagi.
Akhirnya Shaffa pun menyodorkan ponsel merk Asus Zenfone Go miliknya, kepada pria yang tidak dikenalnya. Tanpa firasat apapun, Shaffa hanya melihat pria tersebut menghubungi ‘temannya’ dengan sangat meyakinkan. Setelah beberapa lama berkutat dengan ponsel milik Shaffa, pria tersebut meminta Shaffa untuk mengantarnya ke perumahan sekitar daerah PENS. Shaffa menolak karena ia juga tidak begitu paham dengan daerah tersebut. Namun pria tersebut tetap memaksa, akhirnya Shaffa mengantarkannya ke perumahan tersebut. Sesaat sebelum menyalakan motornya kembali, Shaffa meminta ponsel yang dipinjam oleh pria tersebut. Namun pria tersebut berkata masih ingin menelpon temannya tadi. Sekali lagi Shaffa meng’iya’kan.
“Saya gak ada niat apa-apa kok mbak, yakin. Saya naik motornya juga gak jauh-jauh dari mbak kok” kata pria tersebut meyakinkan. Shaffa pun menaiki motornya dengan sang bapak-bapak tadi dibelakangnya. Setelah melewati rambu lalu lintas, pria tersebut tiba-tiba saja menghilang. Shaffa bingung mencari sosok yang membawa ponselnya tersebut. Untungnya, Shaffa mengingat plat nomor pria tadi. Anehnya ia baru menyadari bahwa plat nomor pria tersebut L, yang tak seharusnya dimiliki oleh orang Gresik. Namun kecurigaannya tersebut tidak berarti apa-apa. Pria tersebut sudah terlanjur menghilang beserta ponselnya.
Paska kejadian tersebut Shaffa jadi serba was-was jika di jalan ada yang memanggilnya, apalagi kalau diikuti dari belakang. Trauma yang dialaminya tak berhenti sampai disitu, dia jadi takut dan serba curiga ketika ada orang yang bertanya jalan kepadanya. Padahal dia tahu, tidak semua orang seperti pria yang menipunya. Namun tetap saja, kepercayaannya terhadap orang lain semakin berkurang dan bahkan hilang.
Padahal sebelum kejadian tersebut, ia merasa baik-baik saja jika ada orang tak dikenal yang bertanya-tanya mengenai jalan. Semua dirasa normal dan aman-aman saja. Ponselnya yang hilang tidak semahal barang-barang lain yang dimilikinya. Namun tetap saja, sebagai anak rantau yang menimba ilmu di Kota besar, kehilangan bukan hal kecil yang dapat ia lupakan dan anggap biasa saja. Ia hanya bisa berharap orang tersebut sadar dan mengembalikan ponsel miliknya, meskipun tentu saja hal tersebut impossible.
Sekarang ini penipuan memang beragam bentuknya. Kerasnya kehidupan  jalanan membuat sebagian orang menghalalkan segala cara untuk mendapatkan sesuap nasi. Apalagi hidup di kota-kota besar yang padat penduduk. Lahan semakin menipis, lapangan pekerjaan semakin sulit, kehidupan jadi semakin amburadul. Mungkin bagi sebagian orang hal tersebut dapat menjadi motivasi untuk semakin bekerja keras. Namun, bagi beberapa orang, hal tersebut jadi penyiksaan yang membuatnya kalap, sehingga lama-kelamaan ia terpaksa melakukan kejahatan. Hal-hal nekat pun tega ia lakukan demi lembaran uang yang didambakannya.
Seperti yang kita tahu, angka kriminalitas di Indonesia dilansir masih sangat tinggi. Berbagai tindak kriminalitas menjadi hantu yang sukar sekali dihilangkan. Krisis  kepercayaan terhadap orang lain pun menjadi akut. Hal tersebut menjadi dampak psikis bagi orang-orang yang pernah menjadi korban  dalam kasus kriminalitas. Tentu saja hal ini sangat fatal akibatnya. Seseorang jadi enggan bersosialisasi dengan orang lain karena ketakutan yang dimilikinya. Waspada atau hati-hati terhadap orang lain tentu saja sangat penting. Namun yang harus ditekankan adalah jangan telalu berlebihan sehingga timbul sifat kurangnya kepedulian terhadap orang lain. Beberapa orang mungkin tulus sedang membutuhkan bantuan, jangan serta merta menolak atau mengabaikan, tetaplah membantu dalam kehati-hatian dan kewaspadaan yang wajar. (AN)

5 komentar:

  1. Aku pernah ngalamin juga... Tapi gak kena wkwk
    Nice article!

    BalasHapus
  2. Jamaaal, aku stalker dsekaligus fans-mu :D
    Sesuai kategori dibawah :D wkwkwkwkkwk

    BalasHapus
  3. iku loh, followers dan statistik pengunjung

    BalasHapus

Diberdayakan oleh Blogger.