REVIEW BUKU FAVORIT “RINDU” OLEH TERE LIYE
Saya selalu menyukai bagaimana Tere
Liye menuangkan keindahan gagasannya melalui kata-kata. Selalu ada saja ungkapan-ungkapan yang baru
saya temui ketika membaca setiap karya beliau. Membuat saya takjub dengan
pesan-pesan penuh makna yang terbalut dalam kata-kata sederhana khas ala Tere
Liye. Saya sudah menjadi penikmat karya beliau sejak bertahun-tahun silam. Dari
sekian buku yang saya baca, saya memutuskan “Rindu” menjadi buku best seller
dalam hati saya. Kemudian “Pulang” karya beliau yang lain juga mendapat tempat
dalam hati saya.
Buku yang terpilih menjadi buku
favorit saya saat ini adalah “Rindu” karya Tere Liye. Mungkin saya
adalah pembaca kesekian yang terkecoh dengan judul yang terpampang pada sampul
buku tersebut. Saya pikir “Rindu” adalah buku tentang kisah roman picisan
dengan cerita menye-menye khas remaja saat ini. Namun pernyataan
tersebut berbanding seratus delapan puluh derajat setelah saya membaca buku
ini. Buku ini tidak berbicara tentang
sepasang kekasih yang merajut cinta kemudian berakhir bahagia setelah melalui
segala macam derita, seperti kebanyakan buku pada umumnya. Melainkan tentang
perjalanan ribuan jamaah haji pada tahun 1938 ketika hendak pergi ke Jeddah
(transit di Aden) selama 30 hari. Dikisahkan bagaimana gadis berusia 9 tahun,
pemuda berusia 24 tahun, pria berusia 40 tahun, dan kakek berusia 75 tahun
melalui hari demi hari hingga kerinduannya tercurahkan. Juga bagaimana mereka
berusaha merebut sebuah kemerdekaan.
Ungkapan “Rindu” dalam buku ini
adalah murni menurut pandangan masing-masing tokoh mengenai perjalanan hidupnya.
Bagaimana tokoh-tokoh tersebut mengartikan rindu sesuai dengan sisi tokoh dalam
cerita tersebut. Membuat saya bertanya-tanya, rindu seperti apakah yang sedang
saya alami saat ini, membanding-bandingkan dengan rindu yang tergambar dalam
buku itu. Juga bagaimana rindu saya akan berakhir seperti kisah dalam buku
tersebut.
Kisah penuh haru dan air mata
bahagia terlukiskan dalam buku “Rindu” ini. Bahwa Tere Liye tidak hanya
mengajak pembacanya larut dengan cerita yang ia susun, namun juga terkesima dengan
gaya bahasanya yang anggun tapi tetap sederhana. Banyak sekali ungkapan-ungkapan
favorit saya dalam buku ini. Seperti “Saat kita memutuskan memaafkan seseorang,
itu bukan persoalan apakah orang itu salah dan kita benar. Apakah memang orang
itu jahat atau aniaya. Bukan! Kita memutuskan memaafkan seseorang karena kita
berhak atas kedamaian di dalam hati kita.” membuat saya tersadar, saya perlu
memaafkan atas kebahagiaan saya sendiri.
Kutipan kedua yang saya sukai dari
buku ini adalah “Kesalahan itu ibarat halaman kosong. Tiba-tiba ada yang
mencoretnya dengan keliru. Kita bisa memaafkannya dengan menghapus tulisan
tersebut, baik dengan penghapus biasa, dengan penghapus canggih, dengan apa
pun. Tapi tetap tersisa bekasnya. Tidak akan hilang. Agar semuanya benar-benar
bersih, hanya satu jalan keluarnya, bukalah lembaran kertas baru yang
benar-benar kosong.” Benar-benar membuat saya tersadar akan sesuatu. Bahwa saya
harus memulai menggoreskan ide-ide bahagia, agar cerita sedih di masa lalu
perlahan terbalik dengan lembaran-lembaran yang baru saya buat.
Buku “Rindu” ini saya rekomendasikan
untuk siapapun yang sedang bergelut dengan kerinduan yang menyibak hatinya.
Namun dari banyak kelebihan dari buku ini, tentu tak lepas dari kekurangan yang
melengkapinya. Yaitu saya menjumpai sekitar 4 kata-kata typo (salah
ketik) dalam buku tersebut. Tetapi saya masih memahami karena buku tersebut
adalah cetakan ketiga, yakni pada 2014 silam. Mungkin pada cetakan-cetakan
berikutnya buku “Rindu” karya Tere Liye ini sudah lebih baik dalam
proses edittingnya. Sehingga beberapa kata yang salah ketik mungkin
sudah dibenahi. (AN)
Review nya padat dan jelas, sudah cukup memberi kesan menarik, terutama untuk yang belum baca buku "Rindu"
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapus